Jangan lagi menghilang, apa kau kira dipermainkan rindu itu nikmat?
apa kau kira diaduk khawatir itu menyenangkan?
please... tetaplah di sampingku, jangan lagi menghilang.
aku sudah tahu rasanya kehilangan kamu seharian, lelah, marah, khawatir, takut
ahhh... berjanjilah untuk tidak menghilang lagi.
Jangan lenyap begitu saja, aku bukan orang yang tahu segala hal tanpa kabar, aku tidak bisa menebak kau ada dimana, kau hilang seolah ditelan gulungan waktu yang entah membawamu kemana, jangan suapi aku dengan kehilangan lagi, seharian tadi rasanya waktu berputar begitu lambat, aku jengah dan marah, entah untuk siapa kemarahanku.
kau tahu tidak, rasanya sepi yg menyengat? tetaplah disampingku, walau kita saling diam, kau sibuk dengan duniamu, aku disini dengan setumpuk imajinasiku. Biarkan begitu asal aku tetap tahu, kau selalu ada disampingku.
biarkan sesekali aku nikmati arogansimu, sesekali melihat badai pada kerlingmu, terkadang meramunya dalam aksara, menjadi benih yang hidup dan tumbuh dalam jiwa, dengan rindu yg hangat atau kesakitan yg nikmat.
Tanpamu aku tidak akan merasakan bahagia yg terlalu atau kesakitan yang sewajarnya.
Tanpamu aku sepi ditengah riuhnya mayapada.
Denganmu aku gegap gempita di tengah sepi yang menyegat sekalipun..
denganmu Jiwaku riuh seperti sebuah pesta perayaan tahun baru lengkap dengan kembang apinya, terkadang dadaku seperti meledak karena riuhnya.
Biarkan aku menikmati rindu tanpa kehilangan.
Aku manusia yang terikat pada butuh, dan aku butuh kamu, tidak bisa tidak.
Potret usang itu lagi yang membuat hati menyimpan bara panas membakar jiwa,
yach... nyatanya aku cemburu, nyatanya itu kisah lama yang masih ingin kau simpan.
"Tidak, itu sudah lima belas tahun yang lalu, bahkan rasanyapun aku sudah lupa" tuturmu terkekeh tiap kali aku mengusik potret tua itu lagi,
"aah sudahlah, aku tak ingin bicarakan itu lagi" serigaiku, tapi aku tahu, entah di penggal waktu yang mana lagi, aku akan bertutur hal yang sama, karena potret itu masih tergantung pada dinding itu, ya.. masih saja disana.
taukah kau sayang... setiap kali aku menatapnya, setiap kali juga waktu seolah berhenti sejenak hanya untuk menghujam jantung lebih keras dan lebih keras lagi. keluhku dalam hati. karena mengejanya dengan kata tak akan bermakna untukmu.
Aku seperti pemulung hati, yang setiap hari meringkuk di ujung jalan, berharap mendapat remah remah dari hatimu yang jatuh tercecer, lalu kubentuk kembali, tak akan sempurna, tapi aku berharap ini akan menjadi bagian yang hangat membasuh dahaga jiwa.
tak jarang aku hanya mampu duduk dan menunggu hingga larut, namun remahan hatimu tak satupun luruh. aku harus pulang dengan lapar dan haus.
terkadang remah-remah itu terjatuh, aku bahagia sayang, ya aku bahagia, aku punggut satu persatu, ada yang berbentuk kecil pipih, sesekali begitu lembut menyentuh ruam ruam hati, terkadang aku temukan dengan ujung-ujung runcing. saat ku punggut jari-jariku terluka berdarah, tapi aku bahagia... aku bahagia... setiap luka di jari jariku kubasuh dengan air mata, mungkin ini yang disebut luka yang nikmat.
yaa... asal bisa dapatkan remah hatimu sekecil apapun, itu adalah syukur yang nikmat sayang..
tak percuma aku menunggu, tak percuma sayang...
aku hanya pemulung hati yang diam di sudut hatimu,
yang membentuk setiap remah tercecer lalu menyimpannya lekat dalam jiwaku, menjadi milik yang paling kujaga.
aku tak bisa menjanjikan sesuatu yang sempurna, tak akan bisa,
aku juga tak akan menuntutmu menjadi paling sempurna
Hidup mengajanku, tak seorangpun mampu kendalikan hati jiwa lain, tidak peduli seberapa baiknya diriku, tidak peduli seberapa besar artiku nantinya bagimu, hidup mengajarkan padaku seberapapun besarnya cinta hal itu tak berarti akan mendapatkan penghargaan yg sama.
Aku memaknai setiap moment saat aku harus pulang dengan perut kosong dan lapar tanpa terisi apapun, aku mengingat bagaimana aku memperjuangkanmu dengan hati yang hancur.
sayang, hidup akan berjalan tanpa pernah berhenti bahkan untuk sedetikpun, aku tak akan bisa mengubah permulaan tetapi aku ingin mengubah akhir ceritanya. yaaah... mngubah epilog hatimu, ada aku disana, runtukku dalam hati, hanya dalam hati.... karena NYATANYA sampai detik ini aku masih pemulung hati yang masih menunggu remah terjatuh dengan potret lama itu menggantung sebagai remahan luka yang sangat.