Potret usang itu lagi yang membuat hati menyimpan bara panas membakar jiwa,
yach... nyatanya aku cemburu, nyatanya itu kisah lama yang masih ingin kau simpan.
"Tidak, itu sudah lima belas tahun yang lalu, bahkan rasanyapun aku sudah lupa" tuturmu terkekeh tiap kali aku mengusik potret tua itu lagi,
"aah sudahlah, aku tak ingin bicarakan itu lagi" serigaiku, tapi aku tahu, entah di penggal waktu yang mana lagi, aku akan bertutur hal yang sama, karena potret itu masih tergantung pada dinding itu, ya.. masih saja disana.
taukah kau sayang... setiap kali aku menatapnya, setiap kali juga waktu seolah berhenti sejenak hanya untuk menghujam jantung lebih keras dan lebih keras lagi. keluhku dalam hati. karena mengejanya dengan kata tak akan bermakna untukmu.
Aku seperti pemulung hati, yang setiap hari meringkuk di ujung jalan, berharap mendapat remah remah dari hatimu yang jatuh tercecer, lalu kubentuk kembali, tak akan sempurna, tapi aku berharap ini akan menjadi bagian yang hangat membasuh dahaga jiwa.
tak jarang aku hanya mampu duduk dan menunggu hingga larut, namun remahan hatimu tak satupun luruh. aku harus pulang dengan lapar dan haus.
terkadang remah-remah itu terjatuh, aku bahagia sayang, ya aku bahagia, aku punggut satu persatu, ada yang berbentuk kecil pipih, sesekali begitu lembut menyentuh ruam ruam hati, terkadang aku temukan dengan ujung-ujung runcing. saat ku punggut jari-jariku terluka berdarah, tapi aku bahagia... aku bahagia... setiap luka di jari jariku kubasuh dengan air mata, mungkin ini yang disebut luka yang nikmat.
yaa... asal bisa dapatkan remah hatimu sekecil apapun, itu adalah syukur yang nikmat sayang..
tak percuma aku menunggu, tak percuma sayang...
aku hanya pemulung hati yang diam di sudut hatimu,
yang membentuk setiap remah tercecer lalu menyimpannya lekat dalam jiwaku, menjadi milik yang paling kujaga.
aku tak bisa menjanjikan sesuatu yang sempurna, tak akan bisa,
aku juga tak akan menuntutmu menjadi paling sempurna
Hidup mengajanku, tak seorangpun mampu kendalikan hati jiwa lain, tidak peduli seberapa baiknya diriku, tidak peduli seberapa besar artiku nantinya bagimu, hidup mengajarkan padaku seberapapun besarnya cinta hal itu tak berarti akan mendapatkan penghargaan yg sama.
Aku memaknai setiap moment saat aku harus pulang dengan perut kosong dan lapar tanpa terisi apapun, aku mengingat bagaimana aku memperjuangkanmu dengan hati yang hancur.
sayang, hidup akan berjalan tanpa pernah berhenti bahkan untuk sedetikpun, aku tak akan bisa mengubah permulaan tetapi aku ingin mengubah akhir ceritanya. yaaah... mngubah epilog hatimu, ada aku disana, runtukku dalam hati, hanya dalam hati.... karena NYATANYA sampai detik ini aku masih pemulung hati yang masih menunggu remah terjatuh dengan potret lama itu menggantung sebagai remahan luka yang sangat.
andai kau tau sayang...
x
No comments:
Post a Comment