Saturday, March 19, 2011

[FFK] Monolog: Sepotong Cinta yang Bercerita Tentang Cinta

Sinta

Sinta:
Ombak putih berdesir membisikkan sebuah nama, Rama. Sebuah nama yang telah menjadi pergunjingan, tidak hanya oleh orang-orang di sekitarku, tetapi juga oleh hati dan pikiranku. Haruskah mereka bertentangan satu sama lain?
Ah, ombak itu. Andaikan dia menyapa laksana tsunami, sempatkah dia bertanya siapa Rama, apa latar belakangnya, apa pekerjaannya? Apakah karena pekerjaan Rama yang berkutat pada pemuasan nafsu perempuan-perempuan borjuis menjadikan dia seorang yang tak layak? Tak layak untuk siapa? Tak layak untuk apa? Siapakah yang menentukan kelayakan itu? Aku? Rama? Perempuan-perempuan borjuis itu? Atau orang-orang di sekitarku? Tidakkah Rama mempunyai hak untuk mencintai dan dicintai? Tidakkah dia mempunyai kesempatan yang sama seperti dengan yang lain?
Rama, rasa ini hadir bukan atas kehendakku dan aku tak bisa membohongi hati ini. Jujur aku menyayangimu. Jujur aku mencintaimu. Jika seorang Maria Magdalena dapat memperoleh kasihNya yang sempurna, mengapa tidak dengan dirimu? Penilaian mereka adalah urusan mereka pribadi dan mutlak bukan penilaianku. Biarkan hanya kasihNya yang menilai kita. Aku, hanyalah perempuan biasa yang ingin menjalani cinta kasih yang seperti mata air, jujur dan bening.
.
Rama

Rama:

Hariku banyak bertemu dengan nista . Tubuh basah tergolek yang membangkitkan nafsu liarku. Merajam setiap malam dengan balutan dosa. Merambah ranah kering dari jiwa yang haus belaian. Tubuh yg menuntut untuk dijamah. Malamku selalu berpacu diantara ceracau dan geliat liar yang menuntut sampai ke puncak kulminasi. Aahhh… Kenikmatan sesaat bersama puluhan desah wanita yang datang dan menetap sesaat. Aku memang gemetar dalam peluk mereka saat puncak rasaku kudapat. Sungguh hanya sesaat! Kenikmatan palsu. Tanpa sentuhan hati.  Mati. Ah, aku memang sekedar alat pemuas demi lembaran rupiah.
Kupikir wanita hanyalah daging yang nikmat aku jelajahi, tapi semua berubah saat Sinta hadir dalam kilasan hariku. Sosoknya begitu lembut dengan gerai rambut yang indah. Ada getar yang menggeletar saat kutatap matanya yang tertunduk malu. Entah rasa apa yang dia punya. Entah apa yang dia simpan di balik hatinya. Aku merasa waktu mendadak bergerak lambat. Diam dan sunyi, aku menanti sebuah asa. Asa yang hanya terbentuk dari segumpal mimpi akan sesosok dara bernama Sinta. Rasanya tidak mungkin bagiku untuk menjamah dunianya yang terasa jauh. Sungguh! Ini bukan birahi yang mendongkrak angan. Saat ini aku adalah Rama yang lahir dari turunan Adam. Aku punya hati yang berfungsi sempurna. Masih layakkah aku bermimpi dengan semua bayangan kotor di cermin hidupku?
.
Putra
( Putra )
Aku kalah. Ya, aku benar-benar kalah dari seseorang yang mungkin menurut pandangan dunia tak ada seujung kuku pun bila dibandingkan dengan diriku. Tapi entah mengapa, apa yang dilihat dunia tak sama dengan apa yang dilihatnya. Saat semua orang melihat Rama sebagai seseorang yang tak pantas, Sinta justru melihatnya sebagai seseorang yang menawan secara abstrak. Mungkin sama seperti tetes keringat wajahnya yang bila dilihat orang biasa hanyalah lambang acak-acakan tapi dia malah melihat itu sebagai pelengkap kilau pesona di wajahnya.

Aneh. Kenapa bisa tak sama yang dilihat? Cinta memang aneh.

Aku mencintaimu, Sinta. Entah sudah berapa kali kalimat ini hanya mampu terucap dalam hati dan terkunci sampai di mulutku. Biar saja orang bilang aku pengecut karena tak kunjung mengungkapkan rasa ini. Satu hal yang pasti, aku bukan pengecut! Aku hanya tak mau membebani dirinya dengan rasa cintaku. Aku hanya ingin kamu bahagia, Sinta, meski tak ada aku di dalam bahagiamu. Biarlah aku menikmati rasa ini dalam kepedihan hati. Aneh. Pedih kok dinikmati? Cinta memang aneh.
Memuja seseorang yang jelas mencintai lelaki lain dan hanya menganggapmu tak lebih dari sahabat biasa semata, adalah kegilaan teraneh yang dapat kubayangkan. Dan jika ini adalah kebodohan, maka sungguh aku tidak ingin menjadi cerdas. Bukankah selalu ada pembenaran dalam setiap pembodohan karena cinta, meski yang paling aneh sekalipun?
Rasanya, aku sudah terdaftar dalam dunia orang-orang aneh karena cinta!
.

Tiara
Tiara:

Aku menatap layar ponsel yang menderetkan pesan yang baru kuterima dari Sinta. Huruf-huruf itu seperti menari-nari, melengkungkan senyum yang begitu bahagia. Senyum Sinta. Diam-diam, selarik iri menyibak dari kedalaman hatiku, menjelma rasa yang meruah dalam bahasa yang tidak dapat kuterjemahkan. Cinta. Apakah ia memilih atau dipilih? Atau tidak juga keduanya?
Aku mengenal Sinta seperti mengenal sepanjang umur hidupku. Sedari kecil, Sinta selalu tahu apa yang diinginkannya dan tidak segan-segan bekerja untuk meraih semua impiannya. “Hidup adalah takdir yang kugariskan sendiri, Tiara”, demikian pernah dikatakannya kepadaku. Sinta memang adalah perempuan yang bergerak seperti angin yang berputaran, tidak terikat dengan peta yang menjadi rambu pelayaran orang-orang pada umumnya. Seperti kali ini juga, ketika dia mencintai seorang lelaki yang justru mentransaksikan cintanya kepada pembeli-pembeli yang datang dan berlalu.
Aku ingin memandang Sinta dengan risih, menghujaminya dengan berbagai tuduhan dan cercaan, seperti yang selayaknya dilakukan seorang sahabat dan yang dituntut masyrakat. Tapi, pesan yang baru terkirim ke ponsel-ku terbaca begitu bahagia. Ah, apakah cinta memang menutup mata atas norma?
Aku tergugu. Memikirkan seorang lelaki yang sebentar lagi akan pulang ke rumah. Seorang guru yang santun dalam tutur dan bahasa, dan juga sesosok setan di malam hari yang gemar mendera.
*****



[kolaborasot kwartet HAHAHAHA]
kami.
perempuan-perempuan bahagia.
cast:
Inge sebagai Sinta
Jingga sebagai Rama
Princess E Diary sebagai Putra
Meli Indie sebagai Tiara
.
Saksikan karya-karya FFK lainnya sebagaimana yang tertera pada link berikut ini:  

 *************
Pesta FFK Tgl 18 Maret 2011 Publish disini :)


No comments:

Post a Comment

Anda Gandrung Drakor? Orang Korea Itu Jatuh Cinta pada Negeriku!

  Hai pembaca, jumpa lagi dengan Nyai Sampur. Saat ini saya sedang tidak ingin bercerita hal mistis. Kita berbincang santai sambil ngopi, yu...