Sunday, March 17, 2013

Cinta dan Pengakuan dalam Sejengkal Hasrat




Aku hidup mengalir serupa air, membentuk suka-suka seperti aliran air yang terkadang tenang, terkadang berombak besar, terkadang tampak jernih tak jarang buihnya terlalu kotor.
Apakah aku bahagia dengan hidupku?? Entahlah!! Aku ​telah mengecap pahit getirnya hidupnya, asam garam bahkan empedunya hidup ​telah aku telan.

Tersisihkan, terbuang, teraniaya batin! Aaah... Itu makananku setiap waktu. Aku hanya tertawa jika saat Îηî aku melihat manusia-manusia rapuh yang begitu saja tumbang dengan coreng-morengnya hidup.
Apalah artinya duka?? Jika dibanding dengan penghinaan demi penghinaan yang harus aku terima?? Bahkan aku lupa atau mungkin tidak pernah tau apa itu bahagia.

Cinta?? Sebegitu sakralnyakah?? Sehingga aku tak layak mengecapnya?? Sebegitu mahalnyakah sehingga aku terlalu compang-camping untuk gauli rasa itu.

Ketulusan bagiku hanya barang mahal yang tidak pernah terbeli!

Ragaku boleh lapar! Tapi jiwaku TIDAK!! Aku kini harus dapatkan apa yang jiwaku mau! Sebuah PENGAKUAN!!

Namaku Lintang Arum. Nama yang aku jalin dan aku bentuk sendiri suka-suka hatiku... nama yang bukan dari Ayah atau Ibuku, nama itu hasil imajinasiku sendiri. Aku tak nyaman menggunakan nama lahirku. Sangat tak nyaman!

Hari ini sebenarnya biasa saja. Rutinitas kuliah membuatku sedikit tertekan karena aku harus bisa mengatur waktu untuk kerja dan kuliahku .Tidak mudah untuk menjalani kerja dan kuliah secara bersamaan.tapi apa daya,ini sudah takdir.aku terlahir dari kaum Non konglomerat. Jadi butuh ekstra usaha agar bisa bertahan di ibukota seorang diri.

kutangkap wajahku di cermin.  Aku menatap tiap lekuk wajahku.Bibirku,alisku, hingga rahangku yang tirus.
Sempurna!!! pikirku.

Aku lihat pantulan wajahku dicermin. Dinda, aku akan bisa menyaingi kencantikanmu.

Aku selalu senang menggunakan mini dress berwarna hitam,dan sepatu hak tinggi yang berkilau. Aku merasa seperti bintang, tidak sedikit orang mengagumi pesonaku.

Smartphone ku berbunyi
“Lo dmn?”
“Dikosan, kenapa Dinda?”
“Gue kesitu ya!”
“Gue sibuk,ada apa.?”
“Gue pengen curhat masalah Doni”

Doni adalah pacar Dinda. Tubuhnya tinggi tegap, kulit bersih , penampilannya benar-benar bikin melayang semua wanita. Aku pun mengaguminya. Pasti sekarang sekar berantem dengan Doni. Mungkin juga putus. Bagus! Ini peluang buat aku untuk mendapatkan laki-laki sekseeh itu! Pikirku mulai nakal. Aaah apa yg aku pikirkan adalah harapanku dari dulu. Mimpiku dari dulu. Keinginan yang terlanjur aku bangun dalam imajinasi-imajinasiku, berpikir tentang harum tubuh khas laki-lakinya yang maskulin saja sudah membuatku menarik napas penuh hasrat. Apalagi saat imajinasiku liar dalam pelukan dan ciumannya… aahhh… setiap sentuhannya selalu menjadi anganku yang sering merajam malamku dengan ribuan kesakitan bahkan melemparku dalam jurang kesepian yang terlalu!!

“Gue mau kerja,gue gak bisa”
“Ayolah pllisss…”
“Gak sori.gue mau cabut sekarang!”

Aah.. Dinda.. Dinda.. Dasar Perempuan cengeng, aku lagi begini, gak mungkin aku temuin kamu, bisa kacau semua! Gerutuku dalam hati sambil memastikan dandananku memukau di depan cermin, sedikit kusapukan sentuhan glossy di bibirku. Sempurna!

Mobil jazz merah menyala sudah menungguku di luar, Ahhh... lelakiku memang tak setampan Doni, tapi darinya Tidak sedikit uang yang mengucur ke dompetku. Dengan sedikit rayuan, desah dan erangan pastilah Arya tak mampu menolak apa yang aku minta. Dia memperlakukanku sangat romantis. Wanita manapun akan iri di buatnya. Tapi istana hatiku bukan milik Arya, Doni penguasa tunggal disana, uuufftt…. Sekali lagi aku hanya mampu menarik napas perih saat aku berpikir tentang sosok laki-laki itu, entah berapa malam dia habiskan desahnya bersama Dinda.

"Udah kelar dandannya sayang? lama amat sih" Arya mengecup keningku sepenuh hati.

"Ihh.. Mas Arya… sabar dulu sayang, malam ini untukmu.. hanya sabarlah sedikit lagi, aku ingin menjadi perempuan tercantik dimatamu.” kutuntaskan acaraku didepan cermin dengan parfume Escada sebagai penutup solekku. Aku beranjak, kuhampiri tubuh kekar Arya. Sentuhanku pada pundaknya membuat Arya menatapku.
"Mas Arya, Om Ridwan mengajakku kencan besok." Sesaat dia hanya terdiam. Sepertinya ada cemburu tersirat di matanya.
"Sayang, andai aku boleh memohon sesuatu.. Pleasee... kamu jangan pergi dengan pria lain, cukup aku saja. Aku akan penuhi semua kebutuhanmu!"
"Udah deh gak usah bahas masalah itu lagi.

Tiba-tiba ponsel arya berbunyi.
"Pap,nanti pulang bawain martabak ya"
"Iya oke."
"Papa dimana?"
"Lagi bersama klien,udah dulu ya Ma, nanti papa telpon lagi. Mama jangan terlalu capek, malam ini pasti ada martabak special buat mama"

Aku langsung terdiam. Aku memang tidak sepenuhnya tambatkan hatiku pada Arya, tetapi tetap saja luka dan tersisih mengusik kisi-kisi hati tiap kali hal ini terdengar. Aku memang yang kedua. Aku juga tidak punya pilihan. Ikatan diantara aku dan Arya terlalu muskil untuk bisa saling menuntut apalagi untuk mendapat hak paten masing-masing jiwa.

"Mau kita lanjutkan pembahasan tadi?" Ucapku berupa hempasan jengah.
"Hmm.. Gak usah sayang, terserah kamu aja, yang pasti aku sangat menyayangimu. Tidak ada wanita lain yg bisa mengambil hatiku. Termasuk istriku"

Mobil melaju pada sebuah hotel mewah, disana sering kami habiskan malam. Habiskan semua nafsu yang terselubung. Nafsu yang tak akan diketahui oleh siapapun.
Saat aku berpacu dalam desakan-desakan napas memburu bersama Arya, aku hanya lakukan demi  kebutuhan batinku, kebutuhan akan puncak nikmat yang membuatku bebas lepas dari semua kesakitan jiwaku, sampai kami berdua terkapar lelah, Arya memeluk tubuh polosku  untuk melepas semua rasa yang baru saja kami satukan entah ke ranah apa namanya.

“sayang, terimakasih… kau selalu membuatku puas, kamu terlalu sekseh cinta..” Arya mengecup bibirku lembut, seakan begitu takut bibirnya melukaiku. Aku tak menjawab sepatah katapun. senyumku kurasa cukup untuk menjawab semuanya. Ku tatap mata Arya, aku tau ada gundah di sudut hatinya. Sampai aku dengar suaranya berat menghantar sebuah prolog luka bagiku.

"Sayang,aku ingin katakan sesuatu"
"Ada apa mas?"
"Aku akan tinggal di jerman untuk waktu yang cukup lama,istriku ditugaskan disana, aku harus bersama dia. maaf... harus aku katakan bahwa sekarang dia sedang hamil 2 bulan."
Seperti dihantam batu besar dada ini mendengar pengakuan Arya, kepergian Arya memang membuatku shock, tetapi berita kehamilan istrinya sungguh melukaiku

"Bajingan kau mas!! Mas Arya sudah janji tidak akan punya anak! Bangsat kau mas! Bangsat!! Aku benci kamu mas! Sangat benci!!
Aku bergegas memakai pakaianku.
Arya langsung menghadangku dengan memeluk punggungku. Aku tidak mampu menahan airmataku. Aku tidak bisa membayangkan kenapa Arya begitu tega!
Tak peduli dengan cengkraman Arya, aku pergi meninggalkan laki-laki itu. Aku merasa hancur. Walaupun aku tidak mencintainya tapi aku sudah merasa bergantung padanya. Sebelum dia beristri akulah yang menjadi teman tidurnya. Hanya sekali lagi kemustahilan yang membuatku tak mungkin melanjutkan hubunganku dengan Arya pada jenjang lebih tinggi lagi. Terpaksa kami jalani hubungan tanpa ikatan dengan perjanjian Arya menikah tanpa anak dan kompensasi untuk itu, aku bebas dengan laki-laki lain tanpa komplain darinya. Tetapi Arya ingkar janji!! Bangsat! Semua gak ada yg adil! Tidak hidup! Tidak juga Arya!!

Aku tidak tahu kemana aku akan pergi. Terbesit satu nama dalam otakku. Doni. Ya aku akan menemui Doni. Dengan tampilan seperti ini? aku mulai meragu…
Ahhh persetan! Aku butuh Doni. Aku butuh bahu tegapnya buat bersandar saat ini!
"Don" aku mengetuk pintu
Tiba-tiba pintu terbuka. Doni tidak mengenaliku.
"Ini gue"
“Bentar-bentar aku agak asing dengan wajah loe. ha!!! ini beneran loe?”
“Iya gue”
“Sumpah cantik banget. Loe menangis?? Kenapa??”
“Boleh gue masuk?”
“Oya maaf.masuk aja”
Aku mencoba merapikan maskara yang luntur karena airmataku di taxi tadi. Doni masih menatapku dengan perasaan kagum. Dengan mata tak percaya.
"Loe jangan naksir gue ya?!!" Kataku pura-pura ketus
"Sumpah! cantik.. ya gak lah! ngapain gue naksir ma loe!" Jawab Doni dengan tingkah aneh
"Really?" Tanyaku sambil menatap matanya. aku tau Doni sedang menahan nafsunya saat ini.
"Iya lah tolol!!"
Aku langsung menghampirinya...mencoba membuat bara baginya.
Aaaahhh aku sudah tak peduli dengan Arya...persetan dengan laki-laki itu!! di depanku sekarang Laki-laki yang aku sayangi. Dan dia tidak merasa jijik melihatku.
Mata Doni sayu menahan bara hasrat dalam dadanya...
“Rangga, loe, loe malam ini terlalu sekseeh”
“Doni sayang… please… saat ini jangan sebut gue Rangga, gue Lintang Arum, panggil gue lintang sayangku.. please…” sambil kusentuh bibir Doni dengan ujung jariku, napas Doni memburu.
“Lintang… aahhh…” Suara Doni hanya berupa desahan, karena tanganku tak mau diam menyentuh setiap inci tubuhnya. Malam itu untuk pertama kalinya aku merasakan libido dan cintaku menyatu dalam pusaran waktu yang sama sekali tak ingin aku akhiri dengan cepat. Sampai saatnya kami sudah tak mampu menahan ledakan penyatuan hasrat kami. Aku dan Doni telah tuntaskan semuanya.

Kepuasan yang tidak pernah terbayar oleh apapun! Sekali lagi aku katakan, Ragaku boleh lapar! Tapi jiwaku TIDAK!! Aku harus dapatkan apa yang jiwaku mau! Rangga Aditia adalah nama pemberian orang tuaku. Tapi aku muak dengan nama itu. Aku si jelita dalam raga maskulin. Aku tersiksa dengan semuanya! Aku berusaha keluar menjadi diriku yang sebenarnya, tetapi perlakuan dan tekanan dari keluarga dan lingkunganku membuatku muak! Muak kataku!! Aku hanya pelarian di kotaku sekarang.
 Saat dengan lingkungan kampusku. Aku tetap Rangga Aditia! Aku bukan malu katakan pada dunia bahwa aku Lintang Arum! Tapi aku ​bersumpah tidak akan lakukan itu sebelum raga Doni berhasil aku lumat jengkal demi jengkal.
Hahahahhahahahhaa... Tuntas! Puas!! Aku malam Îηî seperti serigala lapar memangsa daging segar Doni tanpa ampun! Ceracau nikmat Doni akan selalu menjadi canduku!
Aku LINTANG ARUM telah siap jiwa dan raga untuk sepenuhnya menjadi seorang Lintang Arum. Selamat tinggal RANGGA ADITIA...

No comments:

Post a Comment

Anda Gandrung Drakor? Orang Korea Itu Jatuh Cinta pada Negeriku!

  Hai pembaca, jumpa lagi dengan Nyai Sampur. Saat ini saya sedang tidak ingin bercerita hal mistis. Kita berbincang santai sambil ngopi, yu...