aku hanya seekor kupu-kupu jingga
meliuk menari tanpa hendak berhenti
tarianku tarian cinta sang bidadari
aku terbang dari satu pucuk bunga ke pucuk bunga yang lain
saat sayap jinggaku berkilau, kutarikan nyanyian jiwaku
aku menyanyi dalam sunyi, berkejaran dengan sang waktu
dari embun yang basah pagi hari
terik mentari dengan sinar peraknya, sampai lagit sejingga sayapku
aku menari mencari cintaku
Aku tersenyum sendiri membaca coretan isengku semalam. Membanyangkan “Kupu-kupu Jingga”, nama yang melekat padaku selama 15 tahun ini. Alam maya adalah alam mimpiku yang dipenuhi dengan sejuta pesona sang kupu-kupu jingga.
Ada yang bertanya kenapa harus kupilih kupu-kupu yang terlalu rentan dan rapuh. Bukankah sayap kupu-kupu terlalu mudah patah dan koyak? Mengapa kupilih warna jingga? Bukankah warna jingga di langit bertanda gelap akan datang?
Biarlah kujawab sekarang. Aku suka dengan metamorfosa kupu-kupu. Semua tidak ada yang instant. Semua proses perubahan dan pembentukannya dipenuhi dengan kesabaran. Hingga kemudian menjadi seekor kupu-kupu yang cantik dengan sayap berwarna jingga yang memberikan kehangatan. Semburat warnanya merasuk ke dalam sukma dan pada titik inilah, aku duduk dan menikmati bias warna di langit.
“Fani, kau bukan kupu-kupu yang mampu terbang sendiri. kau hanya ulat bulu yang kebetulan ditemukan oleh sang maestro, sang bidadari cinta! Diletakkanya kau di telapak tangannya yang lembut. Ditaburkannya serbuk merah untuk kuatmu. Dihembuskannya nafas cinta untukmu. Kau pun jadi berkilau! Kilaumu bukanlah milikmu! Itu hanya bias dari sang bidadari cinta! Jika saja sang bidadari terbang, kau hanya ulat ygtak mampu keluar dari kepompongmu!” suara itu terdengar berulang kali di telingaku.
“Waaah, tergelitik juga jiwaku! Sang bidadari cinta! Really, i love u so much!! Aku ingin terbang sejenak lepas dari hangatnya cintamu dan menikmati panasnya terik matahari. Menyapa embun pagi tanpa bayangmu dan hadirmu. Bukan! Bukan aku tak mencintaimu! Aku nyaman dalam dekap sayangmu! Aku hanya ingin buktikan pada jiwaku apakah aku mampu menjadi kupu-kupu yang cantik tanpa tangan lembutmu sebagai alasku yg empuk,” jawabku dalam hati.
CINTA!! Ya ya ya… CINTA!! Nama itu yang terlintas di benak dan anganku. Kusiapkan semua bekalku, kainku, pesonaku, dan aku siap dengan dunia baruku. Hmmmm… Dunia baru tanpa sang bidadari. Meski pada awalnya ngeri, takut sayapku cepat patah, namun tetap kucoba untuk menapak. Memutar dari satu senyuman ke senyuman yang lain, berkelana dari satu tangisan ke tangisan yang lain.
Aha!! Aku temukan rasa baru. Rasa apa ini? Mengapa aku tak bisa menghentikan getaran jantungku setiap kali kudengar petikan dawainya. Aku hanyut dalam sejuta pesonanya. Keteguk dan kunikmati semua cinta yang diberikannya untukku meski hanya sebagai perempuan ketiga.
Salahkah aku bila aku melakukannya? Menikmati semua itu dan terlena di dalam dekapan dawai? Pesta belum digelar dan dia pun memutuskan untuk menjadikanku permaisurinya. Salahkah aku? Salahkah dawai?
Cinta datang dan bisa pergi dengan tiba-tiba. Mengapa dirimu begitu marah karena dawai memilihku? Aku juga bukan perempuan sehebat dirimu, aku hanyalah seekor kupu-kupu jingga. Mengapa dia memilihku? Mengapa dirimu menjadi sebegitu geramnya padaku dan membuatku menjadi seolah-olah pelacur yang hinggap ke satu pelukan bunga ke pelukan bunga lainnya. Membiarkan tubuhku dihisap madunya dan dinikmati oleh para kumbang pejantan. MEngapa juga dirimu harus berteriak ke angkasa dan mengatakan bahwa diriku adalah seolah-olah makhluk terhina. Mengapa dia memilihku? Sudahkah dirimu bertanya?
Apakah dirimu terlalu takut untuk berkaca dan bercermin? Apakah memang diriku adalah sampah? Maafkan aku, aku memang hanya seekor kupu-kupu jingga dan aku adalah cinta. Bidadari adalah periku dan dawai adalah cintaku, tetapi aku tetap seekor kupu-kupu jingga. Siapakah dirimu?
Sekarang aku ingin kembali pada duniaku. Puas sudah rasaku terbang tanpa sang bidadari. Bidadariku selalu tersenyum lembut dengan cintanya. “Selalu ada cinta untukmu!!” lembut dia bisikan jauh dalam hatiku.
“Bidadariku, aku pulang dengan sang dawai sisiku. Ingin kami nyanyikan nyanyian cinta bersama. dalam hangat senja dengan semburat jingga.”
Maafkan aku karena aku perempuan ke tiga. Jangan katakan aku nista. Aku hanya perempuan biasa yang terbawa cinta. Cinta dengan melodi petikan sang dawai.
Note :Terima kasih untuk sang bidadari cintaku, Kak Mariska Lubis. Terima kasih juga untuk sang Dawai cintaku... Kalian bunga hatiku!
No comments:
Post a Comment