JINGGA , Mungkin salah dengan nama yang ku sandang karena hidupku selalu dekat dengan AKHIR! Kau lihat ke langit… saat warna jingga merayu genit bermain dibatas cakrawala. Maniskah?? Sangat manis… tapi keindahan itu hanya penghantar! Sekali lagi kukatakan… itu hanya PENGHANTAR!! Karena gelap sebentar lagi akan merambah semesta! Dan itu pasti!! Jingga hanya penghantar senja! Dan aku muak dengan warna itu!!
Gagal?? Ooooww aku memang perempuan Gagal karena cintaku memang kandas diujung jalan! Kekasih ku Lala begitu saja mencampakkan aku, disaat rasa ini sedang menari diantara pelangi cintaku. Yang lebih menyakitkan dia menikahi auntie Deasy yang nyaris ½ hidupku aku habiskan seatap dengannya.
Aku terlalu rapuh… tak punya kekuatan untuk menghadang cinta mereka. Aku gadis manja yang hanya bisa bungkam, dan membalut semua dengan air mataku. Tak tahan dengan perihnya sayatan yang mereka ciptakan. Aku melarikan diri ke Bali. Disana aku tinggal di rumah Langit. Perempuan patah hati yang sudah membatu. Hahahahaha… membatu katanya! TIDAK ! dia hanya membalut kerapuhan dengan keangkuhannya. Aku belajar memaknai bahkan memanipulasi hidup darinya!
Langit! Hitam??? Dia tetap langit! Biru?? Dia tetap langit! Bahkan saat halilintar menggelegar merobek perut bumi, Dia tetap Langit!! Sakitkah dia?? Pasti!! Tapi soleknya tetap setegar itu! Tak akan pernah ada di bawah! Dia akan tetap gagah diatas sana!
Sekarang aku kembali Ke Rangkat dengan Langit si pesolek jiwa!
Aku Jingga ! bukan lagi perempuan rapuh yang kalian kira!
Aku Pulang dengan bara dalam dadaku! Ku balut baraku dengan ribuan senyumku. Hahahahaha… tak satupun yang akan mengerti gerakku. Hiasanku kelembutan gaunku adalah manja dan senyumku! Ku siapkan semua pesonaku…. Untuk menumpuk bara dalam tumpukan sekam pada buli-buli hatiku.
Kau laki-laki! Akan mati dalam gairah dustaku! Dan kau perempuan berlidah gulali tapi berhati iblis! Kau akan tunduk dibawah kakiku! Aku jingga! Kembali dengan sayap-sayap patah! PATAHAN nya Pasti kutuntut darimu!
“Jingga, eh… ini anak ngelamun saja, kita jalan yuk.. cici ingin bermain di pematang sawah “
“Hehe… sorry ci, jingga lagi ingat lala, sedang apa dia sekarang… dia mungkin sedang bercinta dengan auntie…”
“Sudahlah jingga, kita jalan yuuuk….”
“sebentar cici… jingga belum bertemu dengan Indra! Pemuda amnesia yang tinggal disini itu”
“Nanti malam dia juga pasti pulang, buat apa menghabiskan hari hanya untuk menunggu pemuda loyo itu?”
Tanpa perlawanan aku ikuti kemauan Langit.
Aku dan langit menelusuri jalan setapak yang berkelok. Hingga sampai di sebuah jalan besar. Kami melihat mobil jeep disana. Dua pemuda berdiri diantaranya. Keduanya sedang sibuk dengan camera mereka. Rain dan Indra. Kami berkenalan beberapa saat kemudian.
Rain... hmmm... pemuda Renyah! ahahahahaha... dia yang banyak memecahkan kebisuan diantara kami. Kulitnya putih dengan mata sipit. mengingatkanku pada cerita sanpek engtay. Aku hanya ingin menyentuh pipinya sebentar. Hmm... jika ku sentuh... bagaimana rasanya ya?? halus... kenyal... lembut... Pipi putihnya saat ini bersemu merah karena matahari Rangkat cukup mewarnai daging kenyal dikiri- kanan hidungnya yg tercetak mungil. Amboooiii.... kalau ku cium pasti ada bau matahari disana! ahahahahaha.... dasar imajinasi perempuan lajang dalam usia matang. Wajar dong jika aku liar...
Indra.... entah mengapa ada bara dalam dadaku saat melihat lagak dan gayanya. Luka ku menganga saat ku lihat sorot matanya. Pemuda tanggung yang sibuk dengan dirinya sendiri. Bukan! dia bukan pendiam! dia terlalu angkuh untuk disentuh! anehnya dia terlihat bangga dengan semua keangkuhannya. Hanya mengeja hari dengan sorot mata elang, merangkumnya dalam barisan kata. Tak panjang. Namun nuansanya membuat getar.
Mengapa luka ini mendadak perih saat aku disampingnya??
Ku temukan Lala di raga pemuda ini. Ada bara dalam juntai-juntai rindu yang menggantung. Tersimpan dalam buli-buli hati sementara jiwaku tak mengerti harus ku hantar ke mana sekarang rindu itu?? Rindu kah?? atau... Bara dalam nafsu kesumat membakar dada yang akan kutitipkan pada raga pemuda ini?? aaahhh! baraku makin membara!rinduku makin membuncah!
Dasar! Sial! ternyata Indra ini pemuda Amnesia itu! Rain... rumahnya di samping rumah kakek Astoko. Dia memang menyewa rumah kakek. hanya untuk berlibur katanya. setelah kami puas bercanda dengan alam. Kamipun kembali ke rumah.
ξξξξξξ
Malam itu tak seperti biasanya, mommy dan Uleng ke rumah auntie Deasy di pinggir danau Rangkat.. Langit sedang sibuk mencari tempat sembunyi untuk tuntaskan hasrat merokoknya. Indra... dia sibuk melukis di kamarnya. Ku lihat pintunya terbuka... aku begitu saja masuk dan duduk di tempat tidurnya... menikmati gayanya melukis. Tak sepatah katapun keluar dari bibirnya. Hanya ekor matanya kadang mengarah dingin ke arahku.
"Hai, pemuda angkuh! kau angkuh... atau memang batu??? " tanya ku gusar.
"Perempuan tanpa etika, kalau masuk kamar orang ketuk pintu dulu" jawabnya datar tanpa menoleh sedikitpun.
"Pintu mu tidak tertutup"
"Ini area pribadi, apa tidak pernah belajar menghargai orang??"
"Indra! Kamuu!! jawabku mulai tinggi
"Selamat malam... silahkan tinggalkan kamar saya" jawabnya sedatar tadi. bahkan sekarang ekor matanya pun tak peduli dengan marahku. Aku meninggalkan kamar itu dengan setumpuk geram.
"Jingga dari tadi wajahmu jelek banget... ada apa ini??"
"Cici... Jingga benci dengan Indra! dia angkuh ci... sangat angkuh!" kubuka cerita kejadian dikamar lelaki amnesia itu ke Langit dengan kalimat itu.
"lantas..." jawab langit pendek.
"Jingga mau dia keluar dari rumah ini"
"matamu sama sekali tak mengatakan itu!"
"maksud cici??"
"Di Bali kau puluhan kali katakan akan sangat membenci Indra. malam ini entah berapa kali kau ucapkan kalimat yang sama, tapi mengapa kamu masuk ke kamarnya? mengapa kamu resah saat dia diam?? mengapa kamu begitu peduli dengan sikapnya?? jingga... siapa yang kau lihat dalam diri Indra?? ingat jingga!! dia Indra bukan Lala!"
" Ci... aku..."
"Sudah! jangan kau teruskan! satu kalimat saja kau keluarkan lagi... air matamu pasti turun! aku tak suka!
Telan Jingga!! telan! kau pasti bisa!! bersenang-senanglah dengan mereka tanpa melibatkan rasa yang terlalu dalam. Please dech... ini bukan dunia dongeng dengan 1001 mimpi, ini Hidup!! kau manusia yang utuh saat saklar kebahagianmu ada digenggamanmu.. tapi saat kau tak mampu mengendalikan sendiri... saat saklar itu harus dikendalikan orang lain... kau adalah manusia yang gagal!"
"Ci... aku ga akan menangis! aku bukan lagi jingga yg rapuh... aku bisa katakan pada diriku... selamat datang kembali ke Rangkat! dengan warna baru! dan tak lagi Jingga! tak akan pernah jingga!!" jawabku getir.
"Iya! cici temani kamu disini sampai sayap barumu tumbuh sempurna. Mereka sudah terlalu banyak melukai kita, sudah selayaknya mereka mendapat ganjaran dari tangan kita! jangan sakiti fisiknya! cabik hatinya! mengerti jingga??"
Penuh bara mata dan suara langit mengucapkan kalimat ini.
*********************
No comments:
Post a Comment